Kata"Merdeka" dan Papua. Seorang peserta bercorak salah satu suku di Papua di atas mobil hias replika helikopter dalam karnaval Merah Putih 71 di Kota Jayapura, Papua, Sabtu (20/8). [ ANTARA FOTO/ Indrayadi TH] Kamus Besar Bahasa Indonesia pada lema Merdeka tidak ada satu pun yang memberi makna negatif.
perTransaksi GOTO Jual 251 Unit Motor Listrik Smartscooter Gogoro IHSG Dibuka Menguat, Saham BMTR, BUKA, hingga JARR Cuan Belanja Online Tokopedia Kena Biaya Rp1.000 per Transaksi LIVE Rupiah ditutup lesu Rp14.933 WIB LIVE IHSG ditutup
Berikut12 ucapan maaf dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia. 1. " Hapunten " atau " punten " merupakan ucapan minta maaf dalam bahasa Sunda kang/teh. IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
JRrb. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lima pulau besar dengan keragaman suku, ras, budaya, agama, hingga bahasa daerah. Salah satunya ialah Papua. Pulau yang beribu kota Jayapura ini terkenal akan keindahan alam yang memanjakan mata dan bahasa yang itu, beberapa kosakata dari bahasa Papua juga terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lho. Penasaran, kan? Yuk, simak 14 istilah berikut ini. Dijamin nambah wawasan!1. Tarian tradisional suku Sobei di Papua yang dibawakan oleh perempuan atau laki-laki saat pembukaan lahan baru diiringi oleh lagu dan pukulan tifa disebut "afaftema" Dua arti dari kata "amber", yakni orang yang tidak termasuk rumpun asli Papua kaum pendatang dan barang harum berasal dari perut ikan laut atau dari sebangsa lammerink3. Upacara bakar batu atau cara memasak makanan berupa umbi-umbian, sayur-sayuran, atau daging dengan menggunakan bara batu yang dipanaskan dinamakan "bakar batu" Baca Juga 5 Tradisi Unik dari Papua yang Jarang Diketahui Banyak Orang 4. Sedangkan menangkap ikan di pesisir pantai pada saat bulan gelap dengan cara menghunjamkan tombak kayu disebut "balobe" Sayles5. "Dopis" ialah mesiu pada persumbuan senapan kuno, yang digunakan untuk meledakkan mesiu bedil di dalam senapan. Arti lainnya adalah bom rakitan untuk mencari maeder6. Kapal penumpang antarpulau yang dapat mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah yang besar disebut "kapal putih" Orang asli Papua disebut dengan "komen". Sedangkan arti lainnya adalah bagian kalimat yang memberi pernyataan tentang topik atau komentar Chartier8. Saat berkunjung ke Papua, kurang lengkap jika tak membeli "noken", yakni tas tradisional dari Papua yang terbuat dari serat "Ondoafi" merupakan kepala suku yang berada dalam satu keondofoloan dan bertanggung jawab kepada Berpangkat lebih tinggi, "ondofolo" ialah sebutan pimpinan tertinggi adat dan kampung yang memiliki kekuasaan otonom dan dimiliki secara Sedap dimakan, "papeda" merupakan makanan tradisional Papua berupa bubur sagu yang biasanya dicampur dengan ikan dan "Porobibi" sebutan untuk laki-laki gendut berperut besar atau nama ikan kecil yang berperut Bisa menebak apa arti "sika?" Bukan nama orang, lho, melainkan labu air atau labu Dikenal sebagai tari persahabatan, "yospan" ialah tari pergaulan antarsuku masyarakat itu tadi 14 istilah dari bahasa Papua yang masuk dalam KBBI. Meski masih asing atau hanya mengetahui 'papeda', kosakata di atas bisa digunakan untuk meningkatkan bahasa Nusantara, khususnya di tanah Papua. Semoga bermanfaat, ya. Baca Juga Tampil di Google Doodle, Ini 5 Fakta Menarik Noken Papua IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
ArticlePDF Available AbstractTanah Papua, both the Indonesia provinces of Papua and West Papua, is the most diverse linguistic region that has the highest number of indigenous languages in Indonesia. Out of 760s languages in Indonesia, Tanah Papua has about 270s languages. The diversity of languages are not only about the number of languages but also about the linguistic features. Languages is Tanah Papua are divided into two major groups, which are Austronesian and non-Austronesian known as Papuan languages. Both major linguistic groups contribute diverse linguistic features ranging from phonological system, word, phrase, clause and sentence structures, as well as diversity of semantic and pragmatic structures. The linguistic diversity is also determined by a contact language history in the region that has been occurred for centuries, especially in the regions of Jayapura and the Birdâs Head of New Guinea. Although the region is linguistically rich, not many linguistic reseach has been doing in the region. We therefore do not have a comprehensive understanding about languages in Papua yet. The purpose of this paper is to give a brief description about grammatical features of languages in Tanah Papua. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Linguistik Indonesia, Agustus 2018, 129-143 Volume ke-36, No. 2 CopyrightŠ2018, Masyarakat Linguistik Indonesia ISSN cetak 0215-4846; ISSN online 2580-2429 MENEROPONG TIPOLOGI BAHASA-BAHASA DI PAPUA SUATU TINJUAN SINGKAT Yusuf Sawaki* Center for Endangered Languages Documentation CELD & Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Papua ysawaki Abstract Tanah Papua, which includes the provinces of Papua and West Papua, is the most diverse linguistic region in Indonesia. Out of 760 languages in Indonesia, Tanah Papua has about 270 languages. The diversity of languages is not only about the number of languages but also about the linguistic features. Languages in Tanah Papua are divided into two major groups, which are Austronesian and non-Austronesian known as Papuan languages. Both major linguistic groups contribute diverse linguistic features ranging from phonological system, word, phrase, clause and sentence structures, as well as diversity of semantic and pragmatic structures. The linguistic diversity is also determined by a contact language history in the region that has been occurred for centuries, especially in the regions of Jayapura and the Birdâs Head of New Guinea. Although the region is linguistically rich, not many linguistic reseach has been done in the region. We therefore do not have a comprehensive understanding about languages in Papua yet. The purpose of this paper is to give a brief description about grammatical features of languages in Tanah Papua. Key words Tanah Papua, Austronesian, non-Austronesian, grammatical features Abstrak Wilayah Tanah Papua, baik Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan wilayah yang memiliki jumlah bahasa terbanyak di Indonesia. Kurang lebih 270-an bahasa daerah terdapat di Tanah Papua dari jumlah bahasa secara keseluruhan di Indonesia yaitu 760-an. Bukan hanya dari sisi jumlah bahasa daerah saja, bahasa-bahasa di Tanah Papua juga memiliki sifat-sifat gramatika bahasa yang sangat beragam. Bahasa-bahasa di Tanah Papua terdiri dari dua kelompok besar yaitu bahasa kelompok Austronesia dan kelompok non-Austronesia. Dua kelompok besar bahasa ini menyumbangkan sifat-sifat gramatika yang sangat beragam mulai dari sistem bunyi, struktur kata, struktur frasa, struktur kalimat, kata ganti orang, struktur makna sampai pada keragaman pragmatis dalam penggunaan bahasa. Keragaman ini juga dipengaruhi oleh sejarah kontak bahasa yang telah berlangsung berabad-abad di wilayah Jayapura dan di wilayah Kepala Burung Papua. Meskipun demikian, penelitian-penelitian linguistik belum banyak dilakukan sehingga kita dapat memiliki gambaran linguistis yang baik tentang bahasa-bahasa di Papua. Tujuan penulisan ini adalah memberikan gambaran singkat tentang karakteristik gramatika bahasa-bahasa di Tanah Papua. Kata kunci Tanah Papua, Austronesia, non-Austronesia, sistem gramatika 1 PENDAHULUAN Wilayah Papua merupakan wilayah dengan tingkat keragaman bahasa tertinggi di Indonesia. Tingkat keragaman bahasa-bahasa di Papua bukan hanya dari sisi jumlah bahasa saja tetapi juga Linguistik Indonesia, Volume ke-36, No. 2, Agustus 2018 130 keragaman dalam ciri-ciri linguistis. Kealamian wilayah ekologi dari pulau-pulau kecil, pesisir pantai, dataran rendah, pegunungan tinggi sampai pada puncak-puncak bersalju membuat keragaman ini sangat tinggi karena kehidupan masyarakat Papua yang hidup terisolir antar satu kelompok dan kelompok lain, antar satu bahasa dengan bahasa lain. Sistem kebudayaan dan sistem sosial juga memberikan kontribusi yang nyata terhadap keragaman bahasa-bahasa di Papua. Selain itu, kontak bahasa di beberapa wilayah di Papua juga membuat percampuran ciri-ciri linguistik bahasa yang menambah tingkat keragaman bahasa ini. Tulisan ini adalah studi pustaka dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan di Tanah Papua, sekaligus merupakan tinjauan deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang situasi dan tipologi kebahasaaan di Papua secara singkat dan mendalam bagi mereka yang berminat meneliti bahasa-bahasa di Papua atau berminat mempelajari situasi bahasa-bahasa di Papua. Tulisan ini juga dapat digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan instrumen pengambilan data dengan memiliki wawasan awal tentang bahasa-bahasa di Papua secara umum maupun bahasa tertentu yang akan diteliti secara khusus. Tulisan ini terutama memberikan gambaran tentang tipologi struktur tata bahasa dari dua rumpun bahasa utama di Papua, yaitu rumpun bahasa Austronesia dan Non-Austronesia atau Papua. Diharapkan bahwa dengan gambaran tipologi bahasa ini, peneliti dapat memiliki pengetahuan awal tentang bahasa yang akan diteliti â ke dalam rumpun mana bahasa itu dimasukkan dan bagaimana sistem struktur tata bahasanya. 2 RUMPUN BAHASA DAN SITUASI EKOLOGI BAHASA DI PAPUA Sebelum sifat-sifat gramatika bahasa-bahasa di Papua dijelaskan secara mendalam, ada baiknya kondisi kebahasaan di Papua dipaparkan terlebih dahulu agar kita mendapatkan gambaran yang jelas tentang bahasa-bahasa di Tanah Papua. Bahasa-bahasa di Papua dibagi ke dalam dua rumpun utama, yaitu bahasa-bahasa Austronesia dan bahasa-bahasa non-Austronesia, atau disebut juga bahasa-bahasa Papua lihat Foley, 1986 & 2000. Pembagian kedua rumpun bahasa ini bukan hanya dilihat dari sisi pendekatan linguistik historis saja, melainkan juga dari sini pendekatan tipologi yang melihat sifat-sifat gramatika. Pendekatan linguistik historis memberikan bukti bahwa kedua rumpun utama ini memiliki sejarah yang berbeda. Bahasa-bahasa Austronesia berasal dari satu nenek moyang bahasa yaitu Proto-Austronesia yang berasal dari Taiwan dan kemudian menyebar ke kawasan yang sangat luas, yaitu dari Taiwan di utara sampai Selandia Baru di selatan dan dari Kepulauan Paskah Easter Island di Timur sampai di Madagaskar di sebelah barat yaitu di pantai timur benua Afrika lihat Blust, 1993, 2009; Ross, 2004; Pawley & Ross, 1993. Mayoritas bahasa-bahasa di Indonesia masuk ke dalam rumpun Austronesia, kecuali beberapa bahasa di Kepulauan Alor dan Pantar, Halmahera Utara, dan sebagian besar bahasa-bahasa di Tanah Papua yang dikategorikan ke dalam bahasa non-Austronesia atau Papua. Bahasa-bahasa di Papua yang masuk dalam rumpun Austronesia terletak di pesisir pantai utara dan pulau-pulau sekitarnya, mulai dari pesisir pantai Jayapura, Sarmi dan Teluk Cenderawasih, serta Kepulauan Raja Ampat. Bahasa-bahasa ini dibagi ke dalam dua sub- kelompok yaitu South Halmahera-West New Guinea SHWNG dan Oceania. Bahasa-bahasa di sekitar Jayapura dan Sarmi seperti bahasa Tobati, Kayu Pulo, Ormu di Jayapura, Bonggo, Wakde, Anus, Yarsun, Kodena di Sarmi merupakan bahasa-bahasa yang masuk sub-kelompok Oceania. Yang masuk ke dalam sub-kelompok South Halmahera-West New Guinea adalah Yusuf Sawaki Waropen, Ambai, Ansus, Wooi, Pom, Serui Laut, Munggui, Kurudu, Moor, Biak, Roon, Wandamen, Dusner, Yaur di Teluk Cenderawasih, Ambel, Maya, Batanta, Matbat di Kepulauan Raja Ampat dan kemungkinan bahasa Austronesia di sebelah barat daya Papua seperti bahasa Irarutu, Sekar, Kuri, Mor di Semenanjung Bomberai Ross, 1996; Remijsen, 2002; Mofu, 2008; Karubaba, 2008 dan Kamholz, 2014. Bahasa-bahasa non-Austronesia Papua adalah bahasa-bahasa yang tidak berasal dari satu nenek moyang bahasa, tetapi terdiri dari banyak keluarga bahasa sendiri-sendiri. Diprediksi kurang lebih terdapat 60 keluarga bahasa yang termasuk dalam rumpun bahasa Papua. Mayoritas bahasa-bahasa Papua ini berada di Pulau Besar New Guinea lihat Foley, 1986, 2000. Di Tanah Papua, bahasa-bahasa ini dibagi dalam tiga keluarga bahasa, yaitu Trans-New Guinea, West Papua, dan Geelvink Bay. Peta 1. Klasifikasi bahasa-bahasa di Papua sumber SIL 2004 Mayoritas bahasa-bahasa Papua di Tanah Papua masuk dalam keluarga bahasa Trans-New Guinea yang meliputi daerah persebaran di wilayah Pegunungan Tengah, Wilayah Selatan, Wilayah Utara mulai dari daerah perbatasan PNG-RI, wilayah Mamta, dan sebagian Mamberamo bagian utara, wilayah daratan leher Kepala Burung Papua dan wilayah selatan Kepala Burung. Bahasa-bahasa seperti bahasa Dani, Yali, Mek, Mee, Asmat, Marind, Muyu, Mandobo, Sentani, Nafri, Demta, Isirawa, Kwerba, Auye, Mairasi, Mer, Tanah Merah, dan Inanwatan, Sebrar, Konda, Kais, Kokoda adalah bahasa-bahasa Trans-New Guinea. Bahasa-bahasa yang dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa rumpun Papua Barat West Papua adalah bahasa-bahasa yang berada di Kepala Burung Tanah Papua, seperti bahasa Hatam, Meyah, Sougb, Irires, Miyach, Maybrat, Kalabra, Moi, Abun, Moraid, Mpur, dan lain-lain. Sedangkan bahasa-bahasa yang dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa Geelvink Bay adalah bahasa-bahasa Papua yang berada di wilayah bagian barat dari daratan Mamberamo ke wilayah Waropen, dan beberapa bagian di wilayah Nabire dan Pulau Yapen. Bahasa-bahasa seperti bahasa Kirikiri, Demisa, Fayu, Iau, Biritai, Burate, Awera, Tarunggare, Onate, dan lain-lain masuk dalam keluarga bahasa ini. Linguistik Indonesia, Volume ke-36, Agustus 2018 Secara ekologi bahasa, bahasa-bahasa non-Austronesia dari kelompok Trans New Guinea merupakan bahasa yang dominan karena daerah penyebarannya yang sangat luas, baik dari jumlah bahasanya maupun jumlah penuturnya. Bahasa ini juga menyumbangkan karakteristik bahasa yang sangat beragam meskipun dalam beberapa hal terdapat persamaan-persamaan antar bahasa. Gambaran tentang karakteristik bahasa Trans New Guinea ini akan dibahas di bagian 3. Kelompok bahasa Austronesia juga beragam meskipun tidak serumit bahasa Trans New Guinea. Karakteristik linguitis bahasa-bahasa Austronesia ini sederhana dan juga dapat dilihat secara rinci di bagian 3. Bahasa non-Austronesia dari kelompok Geelvink Bay yang meliputi bahasa-bahasa di daratan dan aliran Sungai Mamberamo dan sekitar daerah Waropen adalah bahasa-bahasa yang sangat terisolir di daerah dataran rendah berawa yang dialiri sungai-sungai yang banyak. Bahasa-bahasa ini hampir merupakan bahasa bunyi tonal languages yang sistem morfologinya tidak serumit bahasa-bahasa Trans New Guinea, tetapi mempunyai sistem fonologi suprasegmetal yang sangat rumit, yaitu sistem bunyi tonenya berkisar antara 3 sampai 9 tone. Yang menarik adalah bahasa-bahasa non-Austronesia yang berada di wilayah Kepala Burung Papua, seperti bahasa Hatam, Meyah, Maybrat, Mpur, Abun, Moi, dan lain-lain. Bahasa-bahasa ini memiliki sifat-sifat gramatika yang mirip dengan bahasa-bahasa Austronesia. Kemiripan ini disebabkan oleh kontak bahasa yang sudah terjadi berabad-abad. Kontak bahasa ini telah terjalin bersamaan dengan penyebaran manusia Austronesia ke timur ke pulau New Guinea dan juga ke Pasifik Ross, 2009; Conroy, 2013; Donohue 2011. Kontak bahasa ini menyebabkan perubahan-perubahan sifat gramatika bahasa-bahasa Papua di Kepala Burung menjadi mirip sifat grammatika bahasa Austronesia, meskipun bahasa-bahasa ini juga masih memiliki sifat grammatika bahasa Papua. 3 TIPOLOGI BAHASA-BAHASA DI PAPUA Selain tinjauan klasifikasi bahasa secara historis, bahasa Austronesia dan Papua dapat juga dikelompokkan berdasarkan tipologi struktur tata bahasa. Struktur tata bahasa dimulai dari struktur fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik. Secara singkat, struktur-struktur tata bahasa ini akan dijelaskan berikut ini. Struktur fonologi bahasa-bahasa di Papua berbeda satu dengan yang lainnya. Jumlah fonem vokal dan konsonan berbeda anatara satu bahasa dan bahasa lainnya. Belum pernah ada penelitian secara rinci untuk menjelaskan tipologi struktur fonlogi bahasa Austronesia dan non-Austronesia. Meskipun demikian, penelitian linguistik historis tentang bunyi-bunyi fonologis yang mencerminkan nenek moyang bahasa proto-bahasa di kelompok bahasa Austronesia dan non-Austronesia sudah banyak dilakukan Ross 1996, 2004; Blust 2009, Pawley, 2007. Secara gamblang, Foley 2000 menyatakan bahwa sistem susunan bunyi pada bahasa-bahasa di Papua terbilang sederhana. Yang paling sederhana antara lain bahasa Obokuitui daratan rendah Mamberamo yang hanya memiliki 11 fonem. Secara umum susunan fonem berkisar antara 20-35 fonem vokal, diftong dan konsonan. Susunan bunyi vokal sangat sederhana dan terdiri dari lima bunyi vokal dasar yaitu i, u, o, e, a. Beberapa variasi alofon ditemukan di beberapa bahasa tetapi tidak memberikan dampak fonemis terhadap susunan bunyi-bunyi vokal dasar dimaksud. Susunan konsonan di bahasa-bahasa di Papua bervariasi tetapi juga sederhana. Sebagai contoh, bahasa Wooi di Yapen memiliki 13 konsonan Sawaki, 2017, bahasa Biak 14 konsonan Heuvel 2006, Tobati 19 konsonan Donohue 2002, bahasa Hatam 22 konsonan Yusuf Sawaki Reesink 1999, bahasa Meyah 15 konsonan Gavelle, 2004. Untuk bahasa Austronesia, konsonan umumnya terjadi di tempat artikulasi yaitu bilabial, alveolar dan velar. Ciri ini dapat dilihat pada bahasa Wooi dan bahasa Biak. Di beberapa tempat artikulasi lain sangat jarang. Tabel 1. Fonem konsonan bahasa Wooi Sawaki, 2017 Tabel 2. Fonem konsonan bahasa Biak Heuvel, 2006 Untuk bahasa Papua, konsonan hampir terjadi di seluruh tempat artikulasi yaitu di bilabial, alveolar, palatal, velar. Sebagaimana dilihat di susunan konsonan bahasa Meyah Gravelle 2004. Tabel 3. Fonem konsonan bahasa Meyah Gravelle, 2004 Karateristik suprasegmental cukup tinggi dan bervariasi, mulai dari level kata sampai pada level sintaksis. Untuk stress, pada umumnya bahasa-bahasa di Papua memiliki penultimate dan final word stress. Jejak tone karakteristik tonal dapat dilihat di banyak bahasa mulai dari Linguistik Indonesia, Volume ke-36, Agustus 2018 level kata sampai kalimat. Bahasa-bahasa Papua kelompok Lakes Plains di sekitar daratan Sungai Mamberamo memiliki karakteristik tonal yang cukup tinggi dan sangat penting dalam bahasa mereka. Untuk semua bahasa yang masuk dalam kategori Lakes Plains bagian barat, tone jauh lebih penting dari pada morfologi Clouse, 199319. Sistem tata bahasa utama yang membedakan bahasa Austronesia dan bahasa non-Austronesia Papua adalah struktur dasar klausa, yaitu susunan subjek, predikat dan objek SPO. Bahasa-bahasa Austronesia memiliki susunan struktur dasar klausa SPO. Sedangkan bahasa-bahasa Papua memiliki susunan struktur dasar klausa SOP, dengan pengecualian pada bahasa-bahasa Papua dari kelompok keluarga bahasa West Papua. Kelompok bahasa ini memiliki struktur dasar klausa SPO, yang sama dengan bahasa-bahasa Austronesia. Bahasa Yali Sawaki, 1998, 2002, Marind Ndiken, 2011, Wooi Sawaki, 2017, Biak Mofu, 2008, Maybrat Dol, 2007, dan Hatam Reesink, 1999 memberikan contoh perbedaan struktur dasar klausa sebagai berikut Yali Papua â Trans New Guinea â SOP 1 n-ami-en an nu- wa- r-eh- ek 1s-paman-AGT 1s 1S-OBJ-pukul-REAL-NPAST-3S Paman saya memukul saya tadiâ Marind Papua â Trans New Guinea 2 Nok m-ngge Ă-amuk oh 1SBJ 2OBJ Kita memukul andaâ Wooi Austronesia â Teluk Cenderawasih â SPO 3 Agus hen-dora Hendrik na ramdempe Agus 3PL-pukul Hendrik LOC kemarin Agus dan teman-teman memukul Hendrik kemarinâ Biak Austronesia â Teluk Cenderawasih 4 Susan dor romawasya Susan d-or romawa-sya Susan 3SG-panggil Susan memanggil anak-anak ituâ Maybrat Papua â West Papuan â SPO 5 Ana ø-sayim ania 3P ø-bagi sendiri Mereka saling membagi sesuatuâ Hatam Papua â West Papuan â SPO 6 I-ngot igy-a. 3PL-ikat rumah-CIT Mereka membangun rumah.â Selain struktur dasar klausa, struktur lainnya juga memberikan perbedaan antara bahasa-bahasa Austronesia dan Papua, yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Struktur kata kerja merupakan inti dari klausa dasar pada bahasa-bahasa di Papua baik bahasa Austronesia maupun bahasa Papua. Kata kerja dapat menjadi satu klausa sederhana karena morfem-morfem dalam kata kerja merujuk pada struktur dasar klausa yaitu subjek dan predikat dan juga objek, seperti contoh dalam bahasa Yali Sawaki, 1998 dan bahasa Ambai Karubaba, 2008 berikut ini. Yusuf Sawaki Yali Sawaki, 1998 7 nu-wa-r-eh-esa Mereka memukul saya tadi.â Ambai Karubaba, 2008 8 i-madu Saya berbicaraâ Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara kata kerja bahasa Austronesia dan kata kerja bahasa Papua. Kata kerja bahasa-bahasa Papua lebih kompleks secara morfologis. Morfem-morfem dalam struktur kata kerja merujuk pada argumen subjek dan objek, akar kata dasar dan juga sistem waktu TAM. Morfem-morfem terikat pada kata kerja, yaitu yang merujuk pada penanda orang dan penanda waktu, akan selalu berubah berdasarkan perubahan subjek dan objek dan juga perubahan waktu sebagaimana dicontohkan di bawah ini Western Dani Papua â Trans-New Guinea Barclay, 2008275 9 K-agaaluk ndaâ-na-gagerak lahir-ST- Anakmu sudah lahirâ Sedangkan kata kerja bahasa-bahasa Austronesia lebih sederhana secara morfologis. Pada umumnya, hanya subjek yang berafiksasi ke kata kerja. Perubahan pada kata kerja hanya berlaku jika subjek berubah, sebagaimana contoh dalam bahasa Ambai Silzer, 1981 36 ini 10 Tomi d-an rando Tomi 3s-makan banana Tomi makan pisangâ Bahasa Meyah â bahasa Papua di bagian Timur Kepala Burung Papua â memiliki ciri kata kerja yang hampir sama dengan bahasa Austronesia. Bahasa ini memiliki sistem morfologis yang sederhana sebagaimana dicontohkan di bawah ini. Meyah Papuan â Eastern Birdâs Head Gravelle, 2002140 11 Di-esiri jah 1SG-jatuh ke Saya jatuh ke bawahâ Kedua rumpun â Austronesia dan Papua â memiliki sistem morfologi kata benda yang sederhana, terutama dalam bentuk kepemilikan. Kedua rumpun bahasa ini memiliki sistem alienable dan inalienable yang ditunjukkan pada contoh di bawah ini. Lower Grand Valley Dani Papuan â Trans-New Guinea 12 a. Nin-opase inalienable 1PL-ayah Ayah kitaâ b. *nit opase 1PL ayah Linguistik Indonesia, Volume ke-36, Agustus 2018 13 a. su kantungâ b. na-su 1SG-kantung kantungkuâ alienable Pada contoh 12a, bentuk kepemilikan sangat terikat dan tidak bisa dipisahkan antara morfem yang merujuk pada orang dan benda. Jika dipisahkan, maka bentuk itu tidak berterima secara gramatika sebagaimana dicontohkan pada 12b. Sedangkan bentuk tidak terikat memiliki kata dasar yang bebas seperti contoh 13a, dan menjadi bentuk tak terikat seperti contoh 13b. Bahasa-bahasa Austronesia juga memiliki bentuk yang sama sebagaimana dicontohkan dalam bahasa Wooi Sawaki, 2017. 14 a. tama-n-i inalienable ayah-3SG-SG ayahnyaâ b. ne-mu manu alienable POSS-2SG rumah rumahmuâ Kata-kata yang masuk dalam kelompok terikat inalienable sebagaimana dicontohkan pada 14a adalah anggota tubuh body parts dan anggota keluarga kinship terms, sedangkan yang masuk dalam kelompok tak terikat alienable, seperti pada contoh 14b, adalah kata benda pada umumnya common nouns. Sistem pronominal bahasa-bahasa Austronesia dan Papua pada umumnya terdiri dari dua bentuk morfologi, yaitu pronominal bebas dan pronominal terikat. Untuk pronominal bebas bahasa-bahasa Austronesia dan Papua menunjukkan perbedaan, terutama yang berhubungan dengan sistem number jumlah dan sistem eksklusif/inklusif. Kebanyakan bahasa Papua hanya memiliki dua sistem number jumlah, yaitu tunggal singular dan jamak plural. Selain itu, bahasa-bahasa tersebut juga tidak mengenal sistem eksklusif/inklusif sebagaimana dalam bahasa LGVD Sawaki, 2002. Tabel 4. Kata ganti orang dalam bahasa Dani Sawaki, 2002 Bahasa-bahasa Austronesia memiliki sistem pronominal yang sedikit lebih kompleks. Bahasa-bahasa ini memiliki sistem number jumlah yang lebih kompleks yaitu, tunggal singular, dual, trial, sedikit pauca dan jamak plural, serta bentuk eksklusif/inklusif pada orang pertama yang bukan tunggal, sebagaimana dicontohkan dalam bahasa Wooi dan Ambai. Tabel 5. Kata ganti orang dalam bahasa Wooi Sawaki, 2017 Yusuf Sawaki Tabel 6. Kata ganti orang bahasa Ambai Karubaba, 2008 Beberapa bahasa di Kepala Burung Tanah Papua seperti bahasa Tehit, Moi, Maybrat, Abun, Mpur, Meyah, Sougb, Hatam, dan Mansim mempunyai kesamaan dengan bahasa Austronesia tetapi ada perbedaan bentuk pronominal gender pada orang ketiga tunggal, yaitu antara laki-laki male dan perempuan female, selain terdapat bentuk number dual dan eksklusif/inklusif, sebagaimana contoh kata ganti orang dalam bahasa Meyah Gravelle, 200474 dan bahasa Maybrat Dol, 199968. Tabel 7. Berbagai bentuk kata ganti orang dalam bahasa Meyah Gravelle, 200474 Tabel 8. Kata ganti orang dalam bahasa Maybrat Dol, 199968 Selain bentuk pronominal bebas free pronouns, terdapat pula bentuk pronominal terikat bound pronouns yang berafiksasi ke kelas kata lain seperti kata kerja, kata benda, dll. Bentuk pronominal terikat ini sangat beragam, mulai dari bentuk yang sangat kompleks secara morfologis seperti yang ada dalam bahasa-bahasa Papua Trans-New Guinea Dani, Yali, Sentani, Mee, Asmat, dll. Pada bahasa-bahasa ini, bentuk pronomina terikat berinteraksi secara morfologis dengan bentuk waktu sehingga pronominanya akan berubah-ubah sesuai dengan bentuk waktunya, terutama pronomina terikat yang merujuk pada subjek. Pronomina objek lebih stabil dan tidak berubah-ubah karena bentuk waktu. Bentuk pronomina terikat yang lebih sederhana ditemukan pada bahasa-bahasa Papua di Kepala Burung Meyah, Hatam, Sougb, Maybrat, Moi, dll dan juga pada bahasa-bahasa Austronesia di pesisir pantai utara Tanah Papua Linguistik Indonesia, Volume ke-36, Agustus 2018 Wooi, Ambai, Biak, Wandamen, Waropen, Moor, Yaur, dll. Pada bahasa-bahasa ini, hanya pronominal subjek yang berafiksasi dengan kata kerja sedangkan objek biasanya dalam bentuk pronomina bebas dan berdiri sendiri. Sistem ini dapat dilihat pada contoh-contoh yang diberikan di atas terutama bentuk pronominal terikat penanda subjek, objek, dan kepemilikan. Pronominal ikutan inclusory pronominal juga menjadi ciri bahasa-bahasa di Papua terutama bahasa Austronesia. Pronominal ikutan berfungsi memodifikasi frasa nominal sebagai pemberi tanda person/number. Pronominal ikutan ini dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe sintaksis yang umum dan tipe morfologis sebagaimana digambarkan dalam bahasa Wooi Sawaki, 2017 Tipe sintaksis 15 Markus riora Jon hia markus ti-rora Jon hia Markus 3SG-pukul John 3PL Markus memukul John dan teman-temanâ Tipe morfologi 16 Agus hemararising tata Agus he-t-mararising tata Agus 3PL-PL-suka Agus dan teman-teman menyukai kitaâ Melayu Papua juga memiliki bentuk pronominal ikutan ini inclusory pronominal yang merefleksikan kontak bahasa yang telah terjadi antara bahasa Melayu Papua dan bahasa-bahas Asutronesia di Papua sebagaimana di contohkan di bawah ini 17 Mama dong ada datang dari Jayapura Ibu 3PL EXIST datang dari Jayapura Ibu dan orang lain datang dari Jayapuraâ 18 Orang dong datang bawa makanan untuk Agus dong Man 3PL datang membawa makanan untuk Agus 3SG Orang-orang datang dan membawa makanan untuk Agus dan teman-temanâ Kata kerja berseri serial verbs juga merupakan ciri umum bahasa-bahasa di Papua. Secara semantik, kata kerja berseri menggambarkan runtutan aktifitas yang berkesinambungan dalam satu predikat sebagaimana dicontohkan dalam bahasa Meyah Dol, 2004237. 19 ri-agob ef marfeb eij 3PL-bunuh gantung tali buang Mereka membunuh kanguru pohon, mengikatnya dan mengantungnya di punggungnya. Kata kerja berseri dapat pula dilihat dalam bahasa Melayu Papua di bawah ini 20 Dong mo pi lari bawa pulang sa pu wang tadi 3PL ingin pergi berlari bawa kembali 1SG POSS uang tadi Mereka ingin pergi berlari membawa kembali uang tadiâ Meskipun demikian, kata kerja berseri dalam bahasa Papua dan Austronesia berbeda dalam konstruksi gramatikanya. Pada umumnya, bahasa-bahasa Papua memiliki konstruksi morfologi di mana morfem-morfem kata kerja terstruktur secara morfologis menjadi satu kata kerja yang kompleks. Sedangkan kata kerja berseri dalam bahasa-bahasa Austronesia pada umumnya tersusun secara sintaksis sebagaimana yang ditunjukkan pada contoh 19 dan 20 di atas. Yusuf Sawaki Dalam struktur frasa adposisi, bahasa-bahasa Papua cenderung lebih menganut struktur posposisi, sedangkan bahasa-bahasa Austronesia menganut struktur preposisi. Dalam bahasa Dani, frasa nominal yang menunjukkan lokasi/tempat ditandai dengan posposisi seperti pada contoh 21 dan 22. 21 Uwe-ma Uwe-LOC di sungai Uweâ 22 Wusalak-ma Wusalak-LOC di kampung Wusalakâ Bahasa-bahasa Papua kelompok Papua Barat di Kepala Burung berbeda dari bahasa Trans New Guinea seperti bahasa Dani. Bahasa-bahasa ini menggunakan preposisi untuk menunjukkan lokasi/tempat, sebagaimana dicontohkan dalam bahasa Maybrat dan Hatam. Maybrat Dol, 1999130 23 Frok to Kumurkek Dia laki-laki.tiba di Kumurkek Dia laki-laki tiba di Kumurkekâ Hatam Reesink, 1999114 24 di i-bong ei nungugw Ndo ni-behei. [REL 3PL-tinggal LOC gunung Arfak 3SG-bawah] Rc Saya akan bercerita tentang suku yang mendiami kaki pegunungan Arfakâ Bahasa-bahasa Austronesia juga menggunakan preposisi dari pada posposisi. Dalam bahasa Biak dan bahasa Wamesa/Wandamen, penggunaan preposisi yang menunjukkan lokasi atau tempat seperti pada contoh berikut. Biak Mofu, 2008149 25 Susan imbran be rumfarkor Susan i-mbran be rumfarkor Susan 3SG-jalan ke sekolah Susan jalan ke sekolahâ Wamesa/Wandamen Karubuy, 201146 26 Ya yosa na anio nei Ya y-osa na anio nei 1SG 1SG-berdiri di rumah PROX Saya berdiri di rumah iniâ Yang menarik bahwa di bahasa Austronesia yang memiliki kontak intensif dengan bahasa Papua, terutama bahasa Asutronesia di sekitar kota Jayapura, penggunaan preposisi tidak berlaku. Yang digunakan adalah posposisi menyerupai bahasa-bahasa Papua, sebagaimana di dalam bahasa Tobati Donohue, 2002195. 27 Nehu tobwadic-ad wi-acad. lSG Tobati-ALL pergi-IRR 'Saya ingin pergi ke Tobati' Untuk kelas kata benda, baik bahasa Papua dan bahasa Austronesia di Papua memiliki struktur morfologis yang sederhana, selain struktur bentuk kepunyaan yang telah dijelaskan di Linguistik Indonesia, Volume ke-36, Agustus 2018 atas, kedua bahasa ini juga memiliki bentuk lain seperti morfem yang merujuk kepada perbedaan gender, juga penanda kasus case. Di bahasa Yali Sawaki 1998, untuk memberikan tanda ergatif subjek sebagai penanda kasus agentif, ditandai dengan sufiks âen di pronominal atau nominal, seperti contoh 26. 28 1r-en fahe an nu-wa-r-eh-esa 3PL-AGT tadi 1SG `Mereka memukul saya tadi' Penanda kasus agentif dengan sufiks âen hanya berlaku untuk kata kerja yang memiliki tingkat transitif yang kuat seperti kata kerja pukul, bunuh, dorong, dan angkat. Kata kerja yang tingkat transitifnya rendah, sufiks âen menjadi pilihan dipakai atau tidak dan bahkan tidak digunakan seperti kata kerja intransitive ataupun kata kerja transitif yang tidak memgambarkan kontak fisik secara langsung seperti diilustrasikan pada contoh 29. 29 An subukali na-m-in 1SG rokok Saya akan merokok besokâ Bentuk relasi gramatikal juga menunjukkan perbedaan antara bahasa Papua dan bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa Papua pada umumnya menganut relasi gramatikal Ergatif-Absolutif pada level sintaksis dan relasi gramatikal aktif-statif dalam morfologi kata kerja. Sedangkan bahasa-bahasa Austronesia lebih cenderung memiliki ciri relasi gramatikal nominatif-akusatif. Struktur argumen, yaitu struktur Subjek, Objek dan Oblik sangat ketat dan tetap. Posisi subjek, objek dan oblik tidak dapat ditukar dengan bebas. Dalam penggunaan penghubung antar klausa, bahasa Austronesia kebanyakan menggunakan kata penghubung yang berdiri sendiri secara sintaksis sedangkan bahasa-bahasa Papua terutama dari rumpun Trans-New Guinea lebih banyak menggunakan switch-reference mechanism dan atau mekanisme kerekatan antara klausa clause chaining sebagaimana yang ditunjukan oleh bahasa-bahasa seperti bahasa Yali, Dani, Asmat, Awyu, dll. Bahasa Wooi, Austronesia Sawaki, 2017340 30 Ariang katung nei hioha spatu ne ariang katung ne-i ti-hoha spatu ne anak kecil PRX-SG 3SG-menaruh sepatu PRX-NSG ainte nya ma hia marainte ti-na mara ti-ha kemudian 3SG-tinggal kemudian 3SG-panggil ...anak kecil itu menaruh sepatunya dan kemudian dia terus memanggil...â [Frog Story2_JK 035-036] Bahasa Walak, Papua Gombo, 2018 31 Ir imbirak in-il-uk agula-g-a-rik Mereka berdua 3PL-mata-SEQ bangun-PPT-3PL-SS in-il ke-g-a mendek⌠3PL-mata melihat-PPT-3PL tetapiâŚ.. Mereka berdua bangun dan melihat tetapiâŚâ Frog Story_Wainus Dalam bahasa Wooi 30, kata penghubung ainte kemudianâ dan ma kemudianâ digunakan untuk menghubungkan dua atau lebih klausa paralel. Sedangkan dalam bahasa Yusuf Sawaki Walak, untuk menghubungkan dua atau lebih klausa digunakan penanda morfologis yaitu penanda sekuensial SEQ, sufiks âuk SEQâ dan penanda switch reference yaitu sufiks ârik SSâ yang melekat pada kata kerja. Dalam konteks penggunaan kalimat, alternatif sistem voice voice system bahasa-bahasa di Papua, baik bahasa Austronesia maupun bahasa Papua, tidak mengenal sistem pasif. Strategi pasif digantikan dengan konteks pragmatik topikalisasi di mana argumen objek diletakkan di depan kalimat tetapi struktur subjek dan kata kerja tetap dipertahankan. Posisi sintaksis objek yang mengikuti kata kerja diisi oleh kata ganti orang pronominal copy yang merujuk pada objek yang pindah ke depan kalimat. Bahasa Wooi Sawaki, 2017 32 Ariang wampai Jon cong wa nei vei ariang wang-pa-i Jon ti-ong wa ne-i ve=i anak John 3SG-buat perahu PRX-SG untuk=3SG Anak itu John buatkan perahu untuknyaâ Bahasa-bahasa di Papua mengenal beberapa sistem hitung counting system. Sistem hitung ini sebenarnya tidak unik bagi bahasa-bahasa di New Guinea secara umum. Sistem hitung yang umum digunakan adalah sistem hitung angka numeral system dan sistem hitung dengan menggunakan anggota tubuh body counting system. Sistem angka banyak digunakan dalam bahasa-bahasa Austronesia seperti bahasa-bahasa di Teluk Cenderawasih, seperti bahasa Wooi, Biak, dan Waropen. Sedangkan bahasa-bahasa Papua lebih banyak menggunakan sistem hitung anggota tubuh. Untuk angka dasar yang menjadi basis dalam hitungan juga bervariasi tetapi pada umumnya mulai angka dasar dua binary seperti dalam bahasa Walak, angka dasar lima quinary seperti bahasa Yali Trans-New Guinea dan Mpur West Papua, sampai angka dasar kombinasi sepuluh decimal dan dua puluh vigesimal seperti bahasa Wooi dan Waropen Austronesia, Teluk Cenderawasih. 4 KESIMPULAN Secara linguistik historis dan tipologi bahasa, bahasa-bahasa di Papua digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu bahasa-bahasa Austronesia dan non-Austronesia. Bahasa Austronesia lebih dikenal dengan tipologi struktur klausa yaitu SPO. Sedangkan, bahasa non-Austronesia atau lebih dikenal dengan istilah bahasa Papua memiliki tipologi struktur klausa SOP. Struktur klausa ini merupakan dasar yang membedakan bahasa-bahasa kelompok Austronesia dan non-Austronesia Papua. Kedua kelompok bahasa ini juga memiliki keragaman struktur gramatika yang berlainan seperti struktur fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Perbedaan-perbedaan ini merupakan ciri-ciri utama di tingkat kelompok bahasa. Meskipun demikian terdapat pula ciri-ciri khusus gramatika yang terdapat di setiap individu bahasa baik yang berada di dalam kelompok Austronesia dan non-Austronesia. Sebagai contoh bahasa Tobati yang adalah bahasa Austronesia dari kelompok Oceania tetapi bahasa ini lebih mengenal penggunaan posposisi daripada preposisi. Struktur posposisi ini lebih mengikuti struktur adposisi bahasa non-Austronesia. Kontak bahasa yang telah lama terjadi antara bahasa Austronesia dan non-Austronesia baik di wilayah Jayapura maupun di wilayah Kepala Burung Papua membuat bahasa-bahas Austronesia di Jayapura memiliki banyak ciri-ciri bahasa non-Austronesia dan bahasa-bahasa Linguistik Indonesia, Volume ke-36, Agustus 2018 non-Austronesia Papua di Kepala Burung memiliki banyak ciri-ciri linguistik yang mirip dengan bahasa Austronesia. Keragaman ini membuat Papua merupakan wilayah linguistis yang sangat tinggi tingkat keragamannya. Keragaman ini perlu dibuat kajian sehingga bisa menambah perbendaharaan hasil-hasil penelitian yang akan menambah kekayaan intelektual kebahasaan untuk tujuan ilmu pengembangan pengetahuan. CATATAN * Penulis berterima kasih kepada mitra bestari yang telah memberikan saran-saran untuk perbaikan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA Barclay, P. 2008. A Grammar of Western Dani. Lincom Europa. Munchen. Blust, R. 1993. Austronesian sibling terms and culture history. Dalam Brijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 149, 1. 22-76. Leiden. Blust, R. 2009. The Austronesian languages. Camberra Pacific Linguistics. Clouse, 1993. Languages of western Lakes Plains. Dalam IRIAN Buletin of Irian Jaya, Vol. XXI 1-32. Croft, W. 2003. Typology and universals. Cambridge Cambridge University Press. Dixon, R. M. W. 2010. Basic linguistic theory. Grammatical topic. Oxford Oxford University Press. Dol, P. 2007. A grammar of Maybrat. A language of the Birdâs Head Peninsula, Papua Province, Indonesia. Canberra Pacific Linguistics. Donohue, M. 2002. Tobati. Dalam J. Lynch, M. Ross & T. Crowley eds.. Dalam The Oceania languages. New York Curzon. 186-203. ______. 2011. Papuan Malay of New Guinea. Melanesian influence on verb and clause structure. Dalam C. Lefebvre ed.. Creoles, their substrates, and language typology. 413-435. John Benjamins Publishing Company. Foley, W. A. 1986. The Papuan languages of New Guinea. Cambridge Cambridge University Press. ______. 2000. The languages of New Guinea. Dalam Annual Review of Anthropology, 29 357-404. Gombo, W. 2018. Pronominal marking system in Walak. Skripsi. Fakultas Sastra dan Budaya. Universitas Papua. Gravelle, G. 2002. Morphosyntactic properties of Meyah word classes. Dalam Reesink ed.. Languages of the eastern birdâs head, 109-180. Canberra Pacific Linguistics. Heine, B. 1997. Cognitive foundations of grammar. Oxford Oxford University Press. Kamholz, D. 2014. Austronesians in Papua Diversification and change in South Halmahera-West New Guinea. Disertasi. Berkeley University of California. Karubaba, 2008. Ambai Inflectional and Derivational Morphology. thesis. University of Leiden. Yusuf Sawaki Karubuy, T. 2011. Verbal morphology in Wamesa with reference to Windesi. Skripsi. Fakultas Sastra, Universitas Negeri Papua. Klamer, M. 2002. Ten years of synchronic Austronesian linguistics 1991-2002. Dalam Lingua. 933-965. Mofu, S. S. 2008. Biak morphosyntax. Doctoral thesis. Oxford University of Oxford. Patz, E. 1978. The case marking and role coding system of Numfor-Biak. Dalam Oceanic Linguistics, 172 1414-161 Pawley & Ross. 1993. Austronesian historical linguistics and culture history. Dalam Annual Review of Anthropology, 22 425-459. Pawley, Andrew. 2007. The origins of early Lapita culture The testimony of historical linguistics. Dalam Stuart Bedford, Christophe Sand and Sean P. Connaughton, eds., Oceanic Explorations Lapita and Western Pacific Settlement 17-49. Canberra ANU E Press. Payne, T. 1997. Describing Morphosyntax. A guide for field linguists. Cambridge Cambridge University Press. Reesink, G. 2002. Languages of the Eastern Birdâs Head. Canberra Pacific Linguistics. Ross, M. 1996. On the genetic affiliations of the Oceanic languages of Irian Jaya. Dalam Oceanic Linguistics, 352 258-271. Ross, M. 2004. The morphosyntactic typology of Oceanic languages. Dalam Language and Linguistics 5 491-541. Sawaki, Y. 1998. A comparative study of Middle Yali verbal systems and those of English. Skripsi. Universitas Cenderawasih. ______. 2008. Person marking systems in Dani languages. Dalam Linguistik Indonesia, 262 129-149. ______. 2017. A grammar of Wooi. An Austronesian language of Yapen Island, Western New Guinea. thesis. Australian National University. Silzer, 1983. Ambai An Austronesian language of Irian Jaya, Indonesia. Disertasi. ANU. Canberra. Søgaard, A. 2005. The semantics of possession in natural language and knowledge representation. Dalam Journal of Universal Language 6 85-115. Van den Heuvel, W. 2006. Biak. Description of an Austronesian language of Papua. Disertasi. Vrije Universiteit. Paucal adalah istilah yang merujuk pada jumlah number pada kata ganti orang dengan jumlah yang sedikit bahasa Inggris a few, yang lebih dari dua orang, tetapi tidak merujuk pada jumlah banyak plural number secara semantik. Kata ini biasanya digunakan untuk jumlah kurang lebih tiga atau empat orang. Ada banyak bahasa yang hanya membagi jumlah number pada kata ganti orang menjadi tunggal singular, sedikit paucal, dan banyak plural. ... Some of the latest formal linguistic studies contributing to today's needs and context, for example, are the research of Perwitasari et al. 2016, Pujiati 2017, and Sawaki 2018. In terms of phonology, based on the findings of Perwitasari 2016, Javanese has 6 vowels i, e, a, , u, o and Sundanese has 7 vowels I, a, É, ɨ, Îľ, Ę, É. ...... In terms of phonology, based on the findings of Perwitasari 2016, Javanese has 6 vowels i, e, a, , u, o and Sundanese has 7 vowels I, a, É, ɨ, Îľ, Ę, É. Besides, Papuan tend to have five types of vowels i, u, o, e, a especially languages around the Memberamo river such as the Obokuitui language Sawaki, 2018. In terms of morphology, the study of Sawaki 2018 found that non-Austronesian Papuan languages tend to have a word structure of 'adjective + noun' which is similar to English patterns such as nin-opase our father. ...... Besides, Papuan tend to have five types of vowels i, u, o, e, a especially languages around the Memberamo river such as the Obokuitui language Sawaki, 2018. In terms of morphology, the study of Sawaki 2018 found that non-Austronesian Papuan languages tend to have a word structure of 'adjective + noun' which is similar to English patterns such as nin-opase our father. At the syntactic level, the research conducted by Sawaki 2018 Indonesia except half of Papua have a SVO Subject-Verb-Object structure. ...Marsandi ManarThis study investigates the hybridity across linguistic studies from 2017 to 2019. It specifically attempts to figure out the trends of hybrid linguistic areas. To have a clear insight into the issue, a qualitative text analysis was adopted as the design of study. As the data sources, 304 research articles in linguistics were successfully retrieved from the digital data bases of internationally reputable linguistic journals. From each year, the newest released articles were purposively selected as the data sources. To have the clear insight into the hybrid areas across linguistic studies, the initial analysis was carried out on the titles of research articles. Further, analysis was also conducted on the abstracts and research questions. Based on the analysis on the titles, abstracts and research questions, it was found that there were 16 types of hybridity across linguistic studies from 2017 to 2019. The two most frequent hybrid linguistic fields in sequence encompass Critical Discourse Analysis + Multimodalityâ and Critical Discourse Analysis + Systemic Functional Linguisticsâ. It is expected that the results of this study contributes to provide the insight into the possibility of mixing different areas of linguistic studies as a way of solving humanâs growing complex humanistic MawaraDi pesisir Teluk Triton, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat pada masa lampau terdapat pelabuhan niaga Pulau Mawara kini disebut Pulau Miwara yang ramai dikunjungi para pedagang asal Seram. Pelabuhan niaga tersebut memiliki kedudukan penting sebagai pusat perdagangan tradisional masa lampau, yang menghubungkan wilayah Papua dengan Maluku, khususnya daerah Seram Timur. Kurangnya catatan sejarah tentang pelabuhan kuno tersebut menyebabkan kejayaan perdagangan masa lampau di Teluk Triton, yang menghubungkan simpul-simpul budaya Nusantara jarang diketahui orang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui 1 manfaat pelabuhan niaga Pulau Miwara dalam perdagangan antar wilayah di masa lampau, 2 pengaruh perdagangan terhadap kehidupan sosial budaya di kawasan Teluk Triton, 3 bukti sejarah yang berhubungan dengan perniagaan masa itu. Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan metode pengumpulan data melalui tinjauan pustaka, wawancara, dan pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan pelabuhan niaga Pulau Miwara sebagai pusat perdagangan masa lampau di Teluk Triton, Kaimana, Papua Barat telah memberi manfaat sosial dan ekonomi di kawasan ini. Pengaruh perdagangan pada masa itu, antara lain terjalin hubungan kekerabatan dengan orang-orang Seram karena perkawinan serta terjadi akulturasi budaya. Kedudukan pelabuhan niaga Pulau Miwara sebagai pusat perdagangan telah ada jauh sebelum terbentuk kekuasaan Namatota yang menjalin kerja sama dengan para pedagang asal Seram di kawasan YuliantiWinci FirdausRoswar language is one of the languages in West Papua which has less than 5000 native speakers, so this language vitality study is needed to measure the vitality of the Roswar language. This paper is the result of research on the vitality of the Roswar language in Waprak and Nordiwar Villages, Roswar District, Teluk Wondama Regency, West Papua Province. This study aims to describe the language vitality in Papua/West Papua. The scope of this research is based on sociolinguistic theories, especially those related to the vitality of language and endangered languages. The use of language in the written domain/expression domain, use of language in the religion domain, and the use of language in the education domain are mostly at a level of decline. Language vitality which is at a threatened level is the use of language in the transactions domain. The vitality of Roswar language is based on the P value P-value which explains the relationship between the variables in each index compared to the mobility of the informants in the relative urban-rural position, the use of language in the family domain, the use of language in the written expression domain, the use of language to express expression of feelings, use of language in the religion domain, and use of language in the government domain. Abstrak Tulisan ini merupakan hasil penelitian vitalitas bahasa Roswar di desa Waprak dan Nordiwar, Distrik Roswar, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan vitalitas bahasa di Papua/Papua Barat. Cakupan penelitian ini didasarkan pada teori-teori sosiolinguistik khususnya yang berkaitan dengan vitalitas bahasa dan bahasa terancam punah. Penggunaan bahasa pada ranah/ekspresi tulis, penggunaan bahasa pada ranah keagamaan, dan penggunaan bahasa pada ranah pendidikan sebagian besar berada pada tingkat mengalami kemunduran. Vitalitas bahasa yang berada pada tingkat terancam adalah penggunaan bahasa pada ranah transaksi. Vitalitas bahasa Roswar berdasarkan nilai P P-value yang menerangkan keterkaitan variabel-variabel dalam tiap indeks yang dibandingkan berada di ranah mobilitas informan pada posisi relatif kota-desa, penggunaan bahasa pada ranah keluarga, penggunaan bahasa pada ranah/ekspresi tulis, penggunaan bahasa untuk mengungkapkan ekspresi perasaan, penggunaan bahasa pada ranah keagamaan, dan penggunaan bahasa pada ranah pemerintahan. Malcolm RossThe main goal of this paper is to describe some morphosyntactic characteristics that are common to a majority of Oceanic languages. Amidst the typological variety of Oceanic languages, the author defines a canonic language type, a type widely represented both genealogically and geographically. This type is SVO and has prepositions. Subjects are coreferenced by a prefix or proclitic to the verb, objects by a suffix or enclitic. Verbs often fall into morphologically related pairs with a transitive and an intransitive member. In some languages these verb pairs in turn fall into two classes. With A-verbs, the subject of both members is the Actor. With U-verbs, the subject of the intransitive is the Undergoer, which is to say, it corresponds to the object of the transitive. Against this background the de-transitivising morphology of Oceanic languages is described. Possession in the canonic language type takes two forms, direct and indirect. The direct construction encodes inalienable possession, the indirect which entails a possessive classifier encodes alienable possession. The paper finishes with a discussion of interclausal relationships in canonic languages. Adverbial and complement clauses display little desententialisation. It is also suggested that subjects in canonic languages generally have only a semantic function, not a reference-tracking E. PayneCambridge Core - Linguistic Anthropology - Describing Morphosyntax - by Thomas E. Payne Malcolm RossFor 25 years it has been known that the Austronesian languages of the Sarmi and Jayapura groups in Irian Jaya belong to the Oceanic subgroup. It has also been suggested recently that they form a single low-order subgroup within Oceanic. It has not been clear, however, whether they form a first-order subgroup or belong to an already established grouping within Oceanic. Although the available data corpus for Sarmi and Jayapura languages is limited, it is sufficient to confirm that these languages form a single subgroup and that they belong to the Western Oceanic linkage. Their position within that linkage is less abstract for this document is available on CSA view the Abstract, click the Abstract button above the document title.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Papua, pulau yang berada di ufuk timur Indonesia ini merupakan pulau terbesar di Indonesia dan terbesar kedua di dunia dengan luas Km. Pulau ini sering disebut dengan Bumi Cenderawasih. Masyarakatnya yang identik dengan kulitnya yang hitam dan rambut keritingnya, dengan gaya berbicara yang cukup khas, yaitu nada yang cukup tinggi, dialek yang tegas, dan tempo yang cepat membuat kebanyakan orang di luar Papua sulit memahami apa yang dibicarakan. Sebenarnya jika dicermati, dialek Papua bukan bahasa Papua, karena bahasa daerah itu sangat banyak yang dipakai itu bahasa Indonesia yang disingkat-singkat, atau yang ditambahi sendiri. Untuk menyebut subjek adalah sebagai berikut Saya disebut "Sa" Kamu KoDia DeKita Kitorang/Kitong/TongMereka Dorang/Dong Kalian Kamorang/KamDan kalau sudah lupa nama dan ingin memanggil, panggil saja "Wee, atau Woii". WkwkBerikut adalah beberapa kata yang sering kita gunakan. Di sini kamu akan melihat bahwa ini tidak lebih dari bahasa Indonesia yang disingkat-singkat Iya Iyo/YoiTidak TraJangan JangTidak apa-apa TrapapaMau/Ingin MoTidak mau TramauPergi PiPunya PuBaru/lalu BarDengan DengSudah SuNanti/Akan Nan Foto 1 2 3 Lihat Humaniora Selengkapnya
kata kata bahasa papua